
Serangan siber atas server Pusat Data Nasional (PDN) Sementara di Surabaya dengan menggunakan Brain Cipher Ransomware masih luas dibahas masyarakat. Peretas disebut menyandera data dalam PDN dan meminta tebusan 8 juta dolar AS atau setara Rp131 miliar untuk bisa dibebaskan. Namun belakangan di media sosial X beredar pengakuan dan klaim dari kelompok pelaku dan menyatakan akan membuka enskripsi data yang mereka retas pada Rabu esok, 3 Juli 2024.
Mantan Menteri Riset dan Teknologi yang juga komisaris utama PT Telkom Indonesia Tbk (Persero) Prof Bambang Brodjonegoro berpandangan, pemerintah harus mencari anak anak muda yang memiliki kemampuan atau hobi hacking. Menurutnya, pemerintah melalui Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) harus mulai memberikan pelatihan atau sertifikasi di bidang cyber security. "Apalagi dia yang hackingnya jago dia juga pasti bisa menciptakan defense yang kuat cyber security, karena dia tahu caranya nyerangnya gimana berarti dia juga bisa men defensenya," urai Bambang dalam webinar Menavigasi SDM Birokrasi di Era Digital dan Artificial Intelligence, Selasa (2/7/2024).
Dengan keahlian bidang keamanan siber itu, pemerintah juga perlu memberi remunerasi yang menarik bagi mereka. Yordania Janji Tembak Setiap Rudal Iran yang Melintas Wilayah Udaranya dalam Serangan ke Israel Serambinews.com Jubir Houthi: Serangan Israel di Hodeidah Adalah Agresi Brutal, Tunggu Pembalasan Serambinews.com
Prof Bambang meyakini ada banyak kaum muda di komunitas IT yang menekuni keahlian tersebut. "Jadi istilahnya kalau kita mengalami potensi hacking lalu ke depan bagaimana kita meningkatkan atau menciptakan insentif untuk seseorang menjadi ahli keamanan siber," imbuhnya. National Technology Officer Microsoft Indonesia Panji Wasmana dalam kesempatan yang sama menyatakan sempat kebingungan saat Microsoft Defender menjadi pembahasan atas serangan Pusat Data Nasional.
Menurut dia, Microsoft Defender sekarang sudah tidak lagi digunakan karena usianya yang sudah cukup lama. "Produknya sudah tidak di kami lagi Microsoft Defender bukan Windows Defender yang sudah berakhir di tahun 2019," urai Panji. Panji menilai perlunya melakukan updating teknologi, platform, patch untuk memastikan teknologi yang digunakan menjadi aman.
"Karena kenapa perlu dipahami bahwa ketika teknologi itu dibangun tidak serta merta dia berada dalam kondisi paling baik dan pada kenyataannya tidak ada satupun teknologi yang tidak rentan terhadap serangan siber," tambahnya. Lebih lanjut, Panji menganalogikan keamanan rumah tidak mungkin hanya menggunakan pagar apabila yang datang adalah penjahat bandit. Mungkin perlu pengamanan lebih seperti satpam atau yang lebih tinggi lagi agar aspek keamanan siber menjadi lebih baik lagi.
"Artinya serangan siber memiliki tingkat dan setiap tools disusun sedemikian rupa untuk menjawab tantangan pada mekanisme tertentu, itu disesuaikan dengan konfigurasi penggunaannya," tukasnya. Yang perlu dilakukan pemerintah ialah menerapkan arsitektur atau implementasi terbaik mengikuti aturan best practice yang terbaik dan perbaikan sumber daya manusia. Sehingga upaya optimal tersebut mengurangi risiko terjadinya serangan siber.
"Konsep perlindungan siber itu bukan berarti kita 100 persen anti peluru atau bullet proof sebab tidak ada aplikasi yang kuat terhadap serangan serangan siber pasti akan selalu ada bocornya," ujarnya. Panji menambahkan ke depan harus ada resiliensi atau bangkit kembali ketika server diserang dan dipastikan bisa pulih dengan sangat cepat sehingga disrupsi menjadi pendek. "Bukan artinya kita bullet proof tapi being more resilience (bukan anti peluru, tapi lebih tangguh, red)," pungkasnya.